Jumat, 10 Juli 2020

Ingatan di ujung jalan

Ingatan di ujung jalan

Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan

        Siang itu rintik hujan jatuh di tengah padatnya lalu lintas yang sudah berjam-jam seolah tidak bergerak...lebih cepat seorang kakek bertongkat berjalan daripada menatap kendaraan yang merayap. Di ujung jalan tidak jauh dari kemacetan itu, di bawah rindangnya pohon ketapang seorang pemuda duduk dengan setelan jaket klasik warna hitam...celana jeans biru dan rambut tipisnya yang tertutup topi butut kesayangannya. Dari raut wajahnya, dia berusia 27 tahun. Di tangannya ada sebuah buku kecil...entah apa yang sedang dibacanya...dia bahkan tak peduli dengan situasi di sekitarnya....terlalu asyik tenggelam dalam dunianya. Bunyi klakson kendaraan supir angkot yang marah bahkan tidak mampu menariknya kembali. Seorang pemuda dari arah belakang menghampirinya lalu menepuk bahunya....
”Glenn ayo kita makan!”
“cepat sekali rio....kamu naik kendaraan?”
“what?...cepat sekali? Bro...aku sudah dua jam tinggalkan kamu loh”
“akh....dua jam?” sambil melirik jam di ponsel bututnya, dia tertawa lepas....“gila...dua jam aku parkir di sini...tapi terasa baru 2 menit....cabut yuk....kita ke...” belum juga kalimatnya tuntas sudah di sambar oleh rio “ABC (ayam Bakar....)” tak menunggu jawaban Glenn, Rio sudah naik ojek yang sedang mangkal. Glenn  hanya menghela napas berat tanpa kata. Hanya senyum tipis penuh tanya, kenapa rio hari ini mau makan di tempat itu. dalam hatinya, mengapa laki-laki ini berubah seleranya. Sudah lima tahun bersahabat, kalau diajak ke warung ABC, jawabannya ketus amat, “apa ? kita makan ayam suntikan itu? TIDAK...masih banyak piihan makanan sehat”. Rio  itu tipikal remaja metroseksual tapi dompet tipis...hahaha. seleranya selalu dekat dengan informasi medis, sehatlah. Sementara benaknya mencari-cari jawaban, ojek sudah berhenti. Dia merogok dua lembar uang kertas lima ribuan dari kantong celananya membayarkan ojek mereka berdua.
Siang itu tanpa malu-malu gerimis membasahi bumi menemani kedua pemuda dengan setelan jaket klasis yang sama persis menikmati ayam bakar di warung ABC. Rio rupanya memperhatikan wajah Glenn yang nampak gelisah seperti sedang mencari seseorang, pandangannya menyapu bersih seluruh sudut ruangan.
“Glenn, kamu nyari siapa sih dari tadi sepertinya gelisah sekali?”
Glenn membisu, tak ada jawaban di sana hingga akhirnya mereka beranjak meninggalkan tempat itu.
“Hey Bro kamu belum menjawab pertanyaanku tadi ?” desak Rio di parkiran motor warung ABC siang itu. Rio menarik nafas panjang : “Aku mencari seorang remaja perempuan, yang berdiri di ujung jalan 4 hari yang lalu, hujan-hujan”.
“kamu kenal?” tanya Rio. “Gak sih, tapi sekilas wajahnya mirip seseorang”. “Nah nah mulai parno lagikan, jangan bilang dia mirip Andini” sambil menunjuk wajah Glenn yang saat itu sedang berdiri dengan tatapan kosong di tepi jalan.
        Andini adalah satu-satunya teman wanita Glenn yang dekat dengannya. 5 tahun mereka menjadi sahabat namun seiring waktu berjalan benih-benih cinta tumbuh diantara mereka, singkat cerita merekapun sepakat memutuskan untuk menikah muda, bahkan mereka sempat berangan-angan untuk tinggal di daerah pedesaan dengan suasannya yang  nyaman. Namun sayang sehari sebelum mereka menikah, andini mengalami kecelakaan motor dan akhirnya meninggal dunia. Sudah 3 tahun sejak peristiwa itu Glenn berubah, tak banyak bicara dan lebih senang menyendiri. Sesekali dia akan mengeluarkan  buku kecil berwarna ungu seperti jimat yang selalu di bawa kemanapun dia pergi, entah apa yang dia baca di sana.
Belum sempat rio menemukan jawaban dalam benaknya, tiba-tiba glenn berjalan dengan cepat menuju seberang jalan menghampiri seorang gadis remaja yang sedang menjajakan jualannya di tepi jalan. “Glenn, tunggu……gila main tinggal aja………….” Sambil berlari menyusul glenn. “Glenn ada apa sih ? “ memegang pundak sahabatnya. “Itu, gadis yang mirip Andini” menunjuk ke arah gadis dengan rambut kusut dan celana yang sedikit sobek di lututnya. “Mirip dari mana? Glenn…glenn kamu ini ada-ada aja, sudahlah…. andini sudah tenang di sana” bisik rio di telinga glenn. Glenn tampaknya tidak peduli, dia tetap mendekati gadis itu, mengeluarkan buku ungu miliknya, lalu membuka halaman pertama untuk diperlihatkan pada gadis itu. “kamu mirip sama orang ini”. Gadis itu tersenyum tipis “Kak andini” dengan suara yang sedikit bergetar. Rupanya ada potret andini yang sedang merangkul laras nama gadis  remaja itu, di halaman depan buku yang selalu di bawa Glenn kemanapun dia pergi. “Aku boleh main ke rumahmu? “ tanya glenn penuh harap, “besok ya kak, soalnya hari ini aku masih jualan” jawab laras. “Baiklah, laras….”. Sementara rio hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu, mereka terlihat akrab padahal baru saja berjumpa.
        Senja beranjak meninggalkan hari itu, merelakan cahayanya tenggelam dalam pelukan malam, seraya mata terpejam berharap cahaya mentari pagi segera datang untuk menyapanya di hari yang berbeda, tidak butuh waktu lama untuk glenn terlelap dalam tidurnya.
Tepat pukul 09.00 wita glenn nampaknya sudah siap untuk memulai petualangannya hari itu, kali ini tanpa rio sahabatnya. Dari jauh glenn seperti melihat  andini di ujung jalan tempat laras berdiri, seakan tak percaya glenn  memejamkan matanya beberapa kali dan memang di sana hanya ada laras yang sedang menunggunya. “Maaf menunggu lama” sapa glenn di samping laras. “Nggak apa-apa kok kak, ayo jalan” sambil tersenyum. “Kak andini itu baik banget,  dia banyak cerita tentang kakak, bahkan sesekali dia memperlihatkan foto kakak pada kami”. Glenn hanya mengangguk, tak ada kata yang dapat menyangkal apa yang dituturkan oleh laras. Bisiknya dalam hati : “din, liat cewek ini aku kangen kamu” langkahnya mengikuti irama langkah kaki laras. 45 menit kemudiian mereka sudah ada di depan rumah laras. Lengang, tak ada siapa-siapa di sana. “Dulu  setiap hari sabtu dan minggu tempat ini selalu ramai kak, kak laras sering main kesini, dia sayang banget sama anak-anak kecil di sekitar sini apalagi yang putus sekolah karena tak punya biaya, sudah ada 6 orang anak yang bisa membaca dan menulis setelah diajari oleh kak laras. Bahkan kak laras pernah bilang, kalau bisa semua anak yang putus  sekolah di lingkungan ini bisa membaca dan menulis karena hanya itu yang bisa kak laras lakukan untuk kami, kini semua tinggal mimpi. Kami akan tetap seperti ini” air mata laras mengalir tak tertahankan. Glenn menggigit lidahnya, seakan ada penyesalan di sana. Yah, semasa hidupnya andini sering mengajak glenn untuk ke tempat itu, glenn terlalu sibuk bahkan untuk mendengarkan cerita andini bersama laras dan teman-temannya. Glenn memperoleh informasi tentang laras melalui buku kecil berwarna ungu milik andini yang diberikan oleh ibunya setelah andini di makamkan. “Aku akan melanjutkan impianmu din, menghidupkan kembali impian itu meski kamu tak lagi ada di bumi ini, impianmu kini adalah impianku juga” batinnya. “Laras, mulai minggu depan setiap hari sabtu dan minggu kakak akan main kesini, ajak teman-temanmu yang lain kita belajar bareng” menatap laras penuh harap. Laras tersenyum lebar, matanya bersinar seperti mata andini “Iya kak? Terima kasih ya kak, kami punya harapan dan impian baru setidaknya dunia kami tidak lagi gelap gulita”.
        Dalam perjalanan pulang ke rumah, glenn menyadari mengapa laras terlihat sangat mirip dengan andini yang kini hidup di dalam hatinya. “Mereka sehati” bisik glenn pada dirinya sendiri.
Glenn membuka lembaran akhir buku milik andini, menuliskan beberapa kalimat di sana di iringi tembang yang dilantunkan oleh Ari laso, idola andini. “Din, aku menangis mengenang segala tentangmu, bahagia di sana ya. Aku merindukanmu sangat dalam dengan segenap kekuatan yang aku punya, maafkan aku din, hatiku akan seperti ini. Aku akan melewatkan separuh putaran bumi di tempat itu meski jalanku nanti tak panjang, tempat kamu mengukir mimpi bersama laras karena impianmu adalah impianku, aku mencintaimu” air mata glenn mengucur membasahi lembaran terakhir buku harian milik kekasihnya dengan tangis yang tak dapat di jelaskan dengan kata. 😢😢





Tidak ada komentar:

Posting Komentar